BOM
BUNUH DIRI MENURUT PANDANGAN ULAMA’
Bagi
mereka yang melakukan, bom bunuh diri diyakini sebagai sebuah solusi untuk
meraih gelar mati syahid. Sementara mati
syahid adalah sebuah proses kematian yang sangat mulia disisi Allah swt,
sehingga kematian ini memiliki beberapa ktriteria.
Kriteria
Syahid dengan prospek masuk surga mencakup 2 golongan:
a)
Syahid dunia
akhirat: adalah orang yang mati dalam medan peperangan melawan orang kafir dan
dia mati sebab perang.
b)
Syahid akhirat; adalah orang yang mati dengan
sebab-sebab syahadah sebagaimana berikut: antara lain: tenggelam , sakit perut,
tertimpa reruntuhan, dll.
المراجع:هامش القليوبى و عميره جز 1 ص : 337:
إعْلَمْ أَنَّ المُصَنِّفَ
(النَّوَويَّ) رَحِمَه اللهُ ذَكرَ فِي ضَابِطِ الشَّهيدِ ثلاثَ قُيُودٍ المَوتَ
حَالَ القِتالِ وَكَونَهُ قِتالُ كُفَّارٍ وكَونَهُ بِسَببِ قِتالٍ.
“Ketahuilah
bahwa sesungguhnya musonnif (Imam Nawawi) dalam hal definisi mati sahid
menuturkan tiga syarat, yaitu mati ketika berperang, perangnya melawan kafir,
dan matinya karena sebab berperang.”
متن الشرقاوي جز 1 ص : 338:
وَخَرَجَ بِشَهيدِ المَعْرِكَةِ
غَيرُهُ مِن الشُّهَداءِ كَمَن مَاتَ مَبْطونًا أوْ مَحْدُودًا أوْ غَريْقًًا أوْ
غَريْبًا أوْ مَقتُولاً ظُلْمًا أوْ طَالِبَ عِلمٍ فَيُغْسَلُ وَ يُصَليَّ عَليهِ
وَ إنْ صَدَقَ عَليهِ إسْمُ الشَّهيدِ فَهُوَ شَهيدٌ فِي ثوَابِ الأخِرَةِ.
“Dikecualikan
dari status mati syahid dalam peperangan ialah para syuhada’ selain dalam
peraperangan, seperti halnya mati karena sakit perut (mabtun), atau di had
(hukum), atau tenggelam (ghoriq), atau diasingkan, atau dibunuh karena dzalim,
atau daalam waktu mencari ilmu. Maka mereka semua itu di mandikan, dan
disholati, meskipun bersetatus mati sahid, karena dia mati sahid dalam
perhitungan pahala diakhirat.”
Mayit
pelaku gerakan separatis bukan termasuk syuhada', sehingga mayitnya tetap
dimandikan dan dishalati seperti layaknya mayit muslim.
المراجع :مغني
المحتاج معرفة الفاظ المنهاج للشيخ محمد بن احمد الشربيني الخطيب ، ج ك 2 ص : 35 ،
مانصه:
أمَّا إذَا كَانَ المَقتُولُ مِنْ
أهْلِ البَغْىِ فَليْسَ بِشَهيدٍ جَزْمًا
“Adapun
orang yang terbunuh itu dari ahlul baghyi (pemberopntak) maka mereka bukan
termasuk mati syahid dengan pasti.”
روضة الطالبين للشيخ محي الدين يحي بن أبي زكريا
النووي ، ج : 2 ، ص : 42 ، مانصه :
النَّوعُ الثانِي الشُّهَداءُ
العَارُونَ عَن جَمِيعِ الأوْصَافِ المَذْكُورَةِ كَالمَبْطُونِ وَالمَطْعُونِ
وَالغَرِيقِ وَالغَرِيبِ وَالمَيّتِ عِشْقا وَالمَيّتَةِ فِي الطَّلْقِ وَمَن
قَتَلَهُ مُسْلِمٌ أوْ ذِمِّيٌّ أوْ بَاغِ القِتالِ فَهُم كَسَائِرِ المَوتىَ
يُغْسَلونَ وَيُصَلىَّ عَليْهِمْ وَإنْ وَرَد فِيهِمْ لفْظُ الشَّهادَةِ وَكذَا
المَقتُولُ قِصَاصًا أوْ حَدّا لَيسَ بِشَهيدٍ
“Macam
yang kedua yaitu orang-orang yang mati syahid yang selain dari sifat-sifat
tersebut diatas, seperti mati karena sakit perut, sakit tho’un (wabah),
tenggelam, diasingkan, mati karena merindukan (kekasih), mati karena melahirkan
dan orang yang mati karena dibunuh sesama muslim atau orang kafir dzimmy atau
orang yang menentang berperang, maka mereka semua dihukumi seperti mati biasa,
artinya harus disholati dan dimandikan. meskipun statusnya mati syahid (di
akherat), begitu juga mati karena dihukum qisos atau dihukum had itu bukan mati
syahid.”
الموسوعة الفقهية ج : 8 ص : 152، مانصه :
أما قتلى البغاة، فمذهب الملكية
والشافعية والحنابلة : أنهم يغسلون ويكفنون ويصلي عليهم، لعموم قوله صلى الله عليه
وسلم : (صلوا على من قال لا إله إلا الله ) ولأنهم مسلمون لم يثبت لهم حكم
الشهادة، فيغسلون ويصلي عليهم ومثله الحنفية، سواء اكانت لهم فئة أم لم تكن لهم
فئة على الرأي الصحيح عندهم وقد روي أن عليا رضي الله عنه لم يصل على أهل حروراء،
ولكنهم يغسلون ويكفنون ويدفنون ولم يفرق الجمهور بين الخوارج وغيرهم من البغاة في
حكم التغسيل والتكفين والصلاة .
“Adapun
orang-orang yang terbunuh dari para pembangkang (bughot) maka menurut
ulama’madzab Maliki, Syaf’ii dan Hambali mereka itu harus dimandikan, dikafani
dan sisholati karena keumuman sabda Rasulullah SAW (artinya) “Sholatilah
orang-orang yang mati dan berkata Laa Ilaa Ha Illallaah”. Karena mereka adalah
orang-orang Islam yang tidak berstatus mati syahid maka dia dimandikan dan
disholati.
Begitupula
pendapata ulama’ madzab Hanafi, baik mereka itu mempunyai kelompok atau tidak,
menurut pendapat yang sohih dikalangan ulam’ hanafiyyah. Diriwayatkan
sesungguhnya sahabat Ali RA tidak melakukan sholat terhadap orang golongan
Harurok, tetapi mereka itu dimandikan, dikafani dan dimakamkan ditempat
pemakaman muslim. Juhur al ulama (kebanyakan ulama) tidak membedakan antara
kaum khawarij dan lainnya dari golongan penentang pemerintahan yang sah di
dalam hukum memandikan, mengkafani serta mensholati.”
حاشية الجمل 2:
وَتَجْهِيزُهُ أيِ المَيّتِ المُسْلِمِ
غَيرِ الشَّهيدِ بِغَسْلِهِ وَ تكْفِينِهِ وَ حَمْلِه وَ الصَّلاةُ عَليْهِ
وَدَفنِهِ وَ لَوْ قَاتلَ نَفْسَهُ فَرضُ كِفَايَةٍ.
“Merawat
jenazahnya orang Islam yang selain mati syahid dengan cara memandikan,
mengkafani, membawa, menyolati dan mengkuburkan walaupun melakukan bunuh diri,
hukumnya fardhu kifayah.”
Bunuh
diri tidak dibenarkan dalam syariat sekalipun dalam rangka memperjuangkan
kebenaran. Akan tetapi dalam peperangan yang diizinkan syara' (jihad) menyerang
musuh dengan keyakinan akan terbunuh untuk membangkitkan semangat juang kaum
muslimin adalah diperbolehkan.
المراجع:تفسير ابن كثير ج: 1 ص: :481
عَنْ أبِي صَالِحٍ عَن أبِي هُرَيرَةَ
قالَ قالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليهِ وَسَلمَ مَن قَتلَ نَفْسَهُ
بِحَدِيدَةٍ فِي يَدِهِ يَجَأُ بِها بَطْنَهُ يَوْمَ القِيامَةِ فِي نَارِ جَهَنمَ
خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أبَدًا وَمَن قتلَ نَفسَهُ بِسُمٍّ تَرَدَّى بِه
فَسَمَّهُ فِي يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنمَ خَالدًا مُخَلدًا فِيهَا
أبَدًا وَهَذا الحَدِيثُ ثابِتٌ فِي الصَّحِيحَينِ خ م
“Dari
Abi Sholeh dari Abi hurairoh berkata : Rosululloh SAW. bersabda : Barang siapa
melakukan bunuh diri dengan cara membenamkan besi keperutnya sendiri besuk pada
hari kiamat akan masuk neraka Jahannam selam-lamanya. Dan barang siapa
melakukan bunuh diri dengan cara menaruh racun di tangannya dengan menghirupnya
maka akan masuk neraka jahanam selam-lamanya. Hadits ini telah ditetapkan dalam
dua kitab Shohih, (Bukhari dan Muslim).”
اسعاد الرفيق جز 2 ص :
تتِمَّة مِنَ الكَبَائِرِ قَتلُ
الإنْسَانِ نَفسَهُ لِقَولِه عَليْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ مَنْ تَرَدَّى مِنْ
جَبَلٍ فَقتَلَ نَفْسَه فَهُو فِى نَارِ جَهَنّمَ يَترَدَّى فِيهَا خَالِدًا
مُخَلدًا فِيهَا ابَدًا
“Termasuk
dosa besar adalah bunuh diri, sebagaimana sabda Nabi SAW. : “Barang siapa bunuh
diri dengan menjatuhkan diri dari ketinggian gunung maka akan masuk neraka jahanam
dengan terlempar selamanya.”
الموسوعة الفقهية 6 ص : 285 – 286:
الانتحار حرام بالاتفاق ويعتبر من اكبر
الكبائر بعد الشرك بالله قال الله تعالى ولا تقتلوا النفس التى حرم الله الا بالحق
وقال ولا تقتلوا انفسكم ان الله كان بكم رحيما وقد قرر الفقهاء ان المنتخر اعظم
وزرا ممن قاتل غيره وهو فاسق وباغ على نفسه حتى قال بعضهم لايغسل ولايصلى عليه
كالبغاة وقيل لاتقبل توبته تغليظا عليه كما ان ظاهر بعض الأحاديث يدل على خلوده في
النار منها قوله من تردى من جبل فقتل نفسه فهو في نار جهنم يتردى فيها خالدا مخلدا
فيها ابدا
“Bunuh
diri adalah harom denga kesepakatan para ulama’ dan dipandang dosa yang paling
besar setelah syirik kepada Allah. Allah berfirman ( artinya ): “ Janganlah
kalian semua membunuh jiwa yang diharomkan oleh Allah kecuali dengan jalan yang
haq”, dan firman Allah ( artinya ): “Janganlah kalian membunuh dirimu sendiri
sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kamu semua”. Para Fuqoha’ menetapkan
bahwa orang yang melakukan bunuh diri lebih besar dosanya dari pada orang yang
memerangi orang lain, dan dialah orang fasiq dan menganiaya dirinya, hingga
sebagian ulama’ mengatakan bahwa dia tidak dimandikan dan disholati sebagaimana
para pembangkang. Ada pendapat lain bahwa dia tidak diterima taubatnya karna
memberatkan atas kesalahannya sebagaimana dlohirnya sebagian hadits menunjukkan
keabadiannya dalam neraka.”
Walloohu a'lam