KEAMPUHAN RUQYAH SYAR’IYYAH
فَمَنْ
لَمْ يَشْفِهِ اْلقُرْآنُ فَلاَ شَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ لَمْ يَكْفِهِ فَلاَ
كَفَاهُ اللهُ
“Barangsiapa (penyakitnya) tidak bisa sembuh dengan
Al-Qur`an, maka Allah tidak akan memberika kesenyembuhan, dan siapa yang tidak bisa dilindungi dengan
Al-Qur`an, maka Allah tidak akan melindunginya.”( Ibnu Qayyim)
Assalaamu’alaikum
wr,wb.
Di era modern seperti sekarang ini patut kita bersyukur kepada Allah swt atas
karunia-Nya yang bertambah hari bertambah pula kemajuannya. Namun dibalik kemajuan teknologi yang semakin
canggih ini tidak sedikit yang akhirnya menggeser nilai-nilai keyakinan terhadap islam dan Al-Qur’an.
Yakin terhadap Al-Qur’an adalah mutlak bagi
setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, kaya atau
miskin. Keyakinan akan teruji manakala hidup
kita rela diatur oleh Al-Qur’an, artinya rela meninggalkan apa yang dilarang
dan rela menjalankan apa yang di perintah atau dianjurkan oleh Al-Qur’an secara
kaaffah (keseluruhan) dalam kondisi apapun. Keyakinan perlu dikoreksi ulang manakala mengamalkan
sebagian ayat Al-Qur’an dan meninggalkan ayat lainnya.
Salah satu kandungan ayat-ayat Al-Qur’an adalah
“Asy-Sifaa’” (Al-Qur’an sebagai obat bagi orang yang beriman),
atau yang dikenal dengan “Ruqyah
Syar’iyyah. Allah telah
menyampaikan kepada segenap kaum muslimin tentang keberadaan Al-Qur’an sebagai
obat seperti disebutkan dalam beberapa ayat, antara lain:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan
Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu ayat yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Israa:
82)
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا
فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai Manusia, sesunguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus:
57)
قُلْ
هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
Katakanlah
(wahai Muhammad ) bahwa (Qur’an) itu adalah petunjuk dan menyembuhkan bagi
orang-orang yang beriman. (QS.Fushshilat:44)
Setidaknya ada dua pelajaran dariketiga ayat diatas:
1. Yang menjadikan Al-Qur’an sebagai obat
hanyalah mereka yang yakin terhadap ayat tersebut.
2. Bagi yang yakin, menjadikan Al-Qur’an sebagai syifaa’ adalah rahmat.
Mengapa menolak Ruqyah
Disebabkan kurang yakinnya terhadap ayat-ayat
ruqyah seseorang masih merasa enggan dan meragukan akan keberhasilan dan keampuhan
pengobatan syar’i ini. Sehingga peminat
ruqyah baru sebatas orang-orang yang kemampuan ekonominya menengah kebawah,
sedangkan bagi yang menegah keatas lebih yakin dengan pengobatan non syar’i.
Kita umat islam seharusnya berbangga hati dan
banyak bersyukur kepada Allah karena telah dikaruniai ilmu pengobatan yang
tidak diberikan kepada umat lainnya.
Pengobatan yang hak patennya milik kita disebut Thibbunnabawi
(pengobatan yang diajarkan oleh Nabi) yang mencakup ramuan herbal, seperti: Habbatussaudaa’,
minyak zaitun, madu, hijamah (bekam), ayat-ayat Al-Qur’an dan doa nabi saw,
atau yang disebut ruqyah syar’iyyah.
Apa bila sarana pengobatan tersebut
digabungkan, maka akan menjadi obat yang tak tertandingi keampuhannya, baik
untuk penyakit medis maupun non medis, penyakit ringan maupun berat.
Atas pertolongan Allah, telah banyak
dibuktikan oleh para ahli pengobatan atau peruqyah dalam menangani penyakit
yang sudah kadaluarsa (menahun) dan tergolong berat, seperti: Tumor, kanker, saraf otak, pembuluh darah, jantung,
paru-paru, asma, demam berdarah, pengapuran,
asam urat, thypus dan lain-lain.
Nilai plus pengobatan ini adalah: Biaya ringan dan terjangkau oleh semua
kalangan serta tidak menimbulkan efek samping.
Dalam segala bentuk pengobatan dibutuhkan upaya
sungguh-sungguh dan tetap sabar, keyakinan penuh dan tidak ada keraguan,
ketulusan hati dan tawakkal (pasrah) menunggu kesembuhan dari Allah swt.
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya besarnya hasil
dibarengi dengan besarnya ujian /pengorbanan”. Al-Hadits.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani ra berkata
ketika mengomentari hadits yang menyebutkan tentang wanita yang menderita ayan
(epilepsi): “Dalam hadits ini ada dalil bahwa pengobatan
seluruh penyakit dengan doa dan bersandar kepada Allah swt adalah lebih manjur
serta lebih bermanfaat daripada dengan obat-obatan. Pengaruh dan
khasiatnya bagi tubuh pun lebih besar daripada pengaruh obat-obatan jasmani. Namun
kemanjurannya hanyalah didapatkan dengan dua perkara: (1) dari pasien itu
sendiri, yaitu yakin dan lurus niat / tujuannya, (2) dari orang yang
mengobati, yaitu kekuatan keyakinannya serta kekuatan hatinya (takwa dan
tawakkal).” (Fathul Bari)
Imam Ibnu Qayyim ra berkata:
“Aku pernah tinggal di Makkah selama beberapa
waktu dalam keadaan tertimpa berbagai penyakit. Dan aku tidak menemukan tabib maupun obat.
Aku pun mengobati diriku sendiri dengan Al-Fatihah yang dibaca berulang-ulang
pada segelas air Zam-zam kemudian meminumnya, hingga aku melihat pengobatan itu
ada pengaruh yang pengagumkan. Lalu aku
menceritakan hal itu kepada orang yang mengeluh sakit. Mereka
pun melakukan pengobatan dengan Al-Fatihah, ternyata kebanyakan mereka sembuh
dengan cepat.”
Imam Ibnu Qayyim ra berkata:
“Ada hal yang semestinya dipahami, yakni tentang
amalan dzikir, ayat Al-Qur’an, dan doa yang dibacakan untuk obat / meruqyah. Memang itu adalah obat yang bermanfaat, namun dibutuhkan
respon yang kuat (dari pasien) dan pengaruh dari peruqyahnya. Jika obat itu tidak berpengaruh,
maka itu dikarenakan lemahnya pengaruh
peruqyah dan kurangnya respon dari psien. Atau adanya penghalang kuat yang mencegah khasiat obat tersebut”.
Buanglah keraguan dan yakinlah terhadap
pengobatan islami semoga kita menjadi muslim yang sehat dan menjunjung tinggi
sunnah-sunnah Nabi kita Muhammad saw. Aamiin.
Wassalaam...
“Manusia hanya bisa berusaha - Kesembuhan
hanya milik Allah”